Selasa, 26 Januari 2010

Ahlul Bayt

Bila ramai pengkomen dan juga sahabat-sahabat ana mintak ana berhenti dari terus menghentam  syed-syed,maka dengan hati terbuka ana akur dan ana akan berterus-terang di sini atas segala yang tersirat dalam hati ana dan sebahagian kecil syed dan melayu yang mereka juga hampir kecewa dan  keliru dengan perasaan mereka kerana melihat kepada perangai dan tingkah laku golongan ahli bait..maka sedikit renungan dulu tentang ahlil bait...Supaya ana dan antum yang membaca dan terbaca blog ini dapat ambil manfaat dan iktibar...Keturunan nabi saw. merupakan golongan yang memiliki fadhilah dzatiyyah (keutamaan dzat) yang dikurniakan Allah swt. kepada mereka melalui hubungan darah/pertalian nasab dengan manusia pilihan Allah swt. dan paling termulia Rasulallah saw. Jadi bukan pilihan atau kehendak mereka sendiri untuk menjadi keturunan nabi saw. dan bukan berdasarkan fadhilah pengamalan baik mereka melainkan telah menjadi qudrat dan kehendak Ilahi sejak mula. Karena itu tidak ada alasan apapun untuk merasa iri hati,dengki terhadap keutamaan mereka. Hal inilah justru yang ditanyakan Allah swt. dalam firman-Nya:

 








اَمْ يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ


“..Ataukah (apakah) mereka (orang-orang yang dengki) merasa irihati (hasad )terhadap orang-orang yang telah diberi kurnia oleh Allah “ (An-Nisa’ : 54)




Orang-orang yang dii dengki dan yang diberi kurnia dalam ayat tersebut adalah Keturunan/Ahlul Bait Rasulallah saw. faddhal rujuk:
Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, hal.143 hadits ke 195, 196,197,198; Manaqib Al-Imam Ali bin Abi Thalib, oleh Al-Maghazili Asy-Safi’I, hal.467 hadits ke 314 ; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi Al-Hanafi, hal.142, 328  dan 357 cet, Al-Haidariyah hal.121, 274 dan 298, cet.Istanbul ; Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i, hal.150 cet.Al- Muhammadiyah, hal. 91 cet. Al-Maimaniyah, Mesir ; Nurul Abshar oleh Asy-Syablanji hal.101, cet.Al-’Utsmaniyah, hal.102 cet.As- Sa’idiyah ; Al-Ittihaf Bihubbil Asyraf, oleh Asy-Syibrawi Asy-Syafi’i, hal. 76 ; Rasyafah Ash-Shadi, oleh Abu Bakar Al-Hadrami, hal. 37 ; Al-Ghadir, oleh Al-Amini jilid 3, hal. 61 dan masih banyak lagi lainnya.


Juga fadhilah dzatiyyah yang dikrniakan Allah swt. kepada para keturunan Rasulallah saw. sama sekali tidak lepas dari rasa tanggung jawab mereka yang lebih berat dan lebih besar daripada yang harus dipikul orang lain. Mereka ini harus selalu menyedari kedudukannya ditengah-tengah ummat Islam. Mereka wajib menjaga diri dari ucapan-ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat mencemarkan kemuliaan keturunan Muhammad Rasulallah saw. Mereka wajib pula menyadari tanggung jawabnya yang lebih besar atas citra Islam dan ummatnya.


Dengan demikian maka kewajipan menghormati mereka yang dibebankan oleh syari’at kepada kaum muslimin dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya. Tidak akan ada kesan bahwa para keturunan Rasulallah saw. menonjol-nonjol diri menuntut penghormatan dari orang lain, karena kaum muslimin yang menghayati syari’at Islam pasti menempatkan mereka pada kedudukan sebagaimana yang telah menjadi ketentuan syari’at. Kami rasa kemuliaan dan kedudukan mereka perlu dipahami oleh kaum muslimin, terutama oleh orang-orang keturunan Ahlul Bait sendiri sebagai pihak yang paling berkewajiban menjaga kemuliaan martabat Rasulallah saw. dan Ahlul Bait beliau saw..


“Suatu kesalahan atau kekeliruan tidak akan disorot oleh masyarakat setajam kesalahan atau kekeliruan yang diperbuat oleh orang-orang keturunan Ahlul-Bait. Apalagi pandangan masyarakat yang dengki atau tidak senang dengan Ahlul-Bait, mereka ini akan lebih memperuncing dan mempertajam kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat oleh orang keturunan Ahlul-Bait serta menyembunyikan hadits-hadits yang berkaitan dengan kemuliaan mereka ini.


Ada lagi orang yang karena tidak senang atau dengki kepada keturunan Nabi saw. berani mengatakan dengan konkrit bahwa keturunan ini telah putus dan tidak ada sama sekali atau masih belum konkrit adanya nasab tersebut. Perkataan mereka ini tida bezanya dengan perkataan orang kafir Quraisy kepada Rasulallah saw. waktu putra baginda saw. yang terakhir wafat dan belum sempat memiliki keturunan. Mendengar bisikan-bisikan golongan pengingkar ini kita teringat akan peristiwa nyata pada masa-masa kelahiran agama Islam. Kisah ringkasnya seperti berikut:


“Ketika putera Rasulallah saw. yang bernama Qasim wafat dalam usia kecil, salah seorang tokoh musyrikin Quraisy bernama ‘Ash bin Wa’il bersorak-sorak gembira. Ia bersorak bahwa Rasulallah saw. tidak akan mempunyai keturunan lebih lanjut. Ejekan dan ucapan ‘Ash bin Wa’il inilah yang menjadi sebab turunnya wahyu Ilahi Surah Al-Kautsar kepada Rasulallah saw. Ayat terakhir surat Al-Kautsar (uraian singkat ayat ini dihalaman berikutnya) telah menegaskan: ‘Sungguhlah, orang yang membencimu itu lah yang abtar (putus keturunan)’. Firman Allah swt. terbukti dalam kenyataan yaitu: Keturunan Rasulallah saw. berkembang-biak dimana-mana, sedangkan keturunan ‘Ash bin Wa’il putus dan hilang ditelan sejarah” ! ‘Ash bin Wa’il sudah tiada bersisa, tetapi teriakannya masih mengiang-ngiang ditelinga golongan pengingkar pembenci keturunan Rasulallah saw. tersebut.


Bila Rasulallah saw. tidak mempunyai keturunan, tentu beliau saw. tidak menentang kaum Nasrani, Najran bermubahalah. Kisah peristiwanya terabadikan dalam Al-Qur’an surat Aali ‘Imran : 61 (baca keterangan singkat selanjutnya). Kecuali ini pun, Rasulallah saw. tidak akan diperintah Allah swt. supaya berkata kepada kaum musyrikin Quraisy: “Katakanlah (hai Muhammad) Aku tidak minta upah apa pun dari kalian kecuali kasih sayang dalam (hubungan) kekeluargaan (yakni keluarga/ahlul-bait Muhammad saw.)”. (Asy-Syura : 23). Ayat Asy-Syura ini turun untuk keluarga Rasulallah saw. yakni Imam ‘Ali, Siti Fathimah Az-Zahra, Al-Hasan dan Al-Husain [ra]. Kita boleh rujuk dalam:
Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi jilid 2, hal.130, hadits ke 822 s/d 828 dan hadits ke 832, 833, 834 dan 838 ; Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i cet.Al-Maimaniyah, Mesir hal. 101,135 dan 136, dalam cet.Al-Muhammadiyah, Mesir hal. 168 dan 225 ; Tafsir Ath-Thabari jilid 25, hal.25 cet.ke 2 Mushthafa Al-Halabi, Mesir, hal.14 dan 15 cet.Al-Maimaniyah, Mesir ; Manaqib Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi’i hal.307 hadits ke 352 ; Dzhakhairul ‘Uqba oleh Ath-Thabari Asy-Syafi’i hal.25 dan 138 ; Kifayah Ath-Thalib oleh Al-Kanji Asy-Syafi’i hal.91,93,313 cet.Al-Haidariyah, hal.31,32,175,178 cet.Al-Ghira ; Al-Fushul Al-Muhimmah oleh Ibnu Shabagh Al-Maliki hal.11 ; Ad-Durrul Mantsur oleh As-Suyuthi jilid 6 hal.7; Al-Mustadrak Al-Hakim jilid 3 hal.172 ; Ihyaul Mayt oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’i (catatan pinggir) Al-Ittihaf hal.110 ; Tafsir Al-Qurthubi jilid 16 hal.22 ; Tafsir Ibnu Kathir jilid 4 hal.112 ; Tafsir Fakhrur Razi jilid 27 hal.166 cet.Abdurrahman Muhammad, Mesir jilid 7 hal.405-406 ; Tafsir Al-Baidhawi jilid 4 hal.123, cet.Mushthafa Muhammad, Mesir, jilid 5 hal.53 cet.Darul Kutub, hal. 642 cet.Al’Utsmaniyah ; Tafsir An-Nasafi jilid 4, hal. 105 ; Majma’uz Zawaid jilid 7, hal.103 dan jilid 9 hal. 168 ; Fathul Bayan fi Maqashidil Qur’an oleh Shiddiq Al-Hasan Khan jilid 8 hal.372 ; Yanabi’ul Mawaddah oleh Al-Qundusi hal.106,194,261 cet.Istanbul, hal.123,229,311 cet.Al-Haidariyah ; Fathul Qadir oleh Asy-Syaukani jilid 4 hal.537 cet.kedua, jilid 4 hal.22 cet.pertama, Mesir…
Wallahu A'lam..











2 ulasan:

  1. Assalamualaikom,

    ahlul bait memang bernasabkan Muhammad s.a.w.,utusan terakhir dan jua kekasih Allah.

    Pada asalnya ana tak taw ape2 pasal syed-sharifah,jauh skali ahlul bait. Padahal ana lahir dari qabilah Al-habsyi singapura.

    Cuma bila ana taw pasal benda2 ni, baru ana sedar naper ana ada minat yang mendalam dalam ilmu2 ibadah,fekah, bahasa arab...

    Sebab..ana sendiri keturunan Arab,langsung bernasabkan Muhammad s.a.w.

    Namun....
    Ana bukannya Nabi,jaoh skali maksum macam nabi.
    Dosa besar memang susah nak dielak TETAPI sifat semulajadi untuk bertaubat kepada ALLAH atas segala kesalahan tetap teguh di hati ini.
    Bagi ana,ini yang special nya sebagai sorang Ahlul-bait.

    Soal mereka yang takde ilmu agama tapi mahu pakai seperti ulamak, mungkin ada golongan2 yang semacam itu yang mahu dilihat begitu.

    Tapi...ada juga yang merasakan bila berpakaian semacam itu,mereka rasa lebih dekat bila beribadah kepada ALLAH.

    Benda2 macam ni kita tak boleh nak tengok dengan mata kasar semata2. Kita kena sentiasa amalkan bersangka baik terhadap mereka2 yang mahu mendekatkan diri pada ALLAH.

    Tapi kalo pakai macam ulamak pun,kalo sifat gila kuasa tuh terserlah, tak boleh laa kan mcm tuh...

    Sekadar pandangan dari hamba yang merendah diri..

    BalasPadam
  2. syukran akhi abdullah..kalau apa yg ente ckp pasal pakai pakaian ulama' kerana ingin merasa lebih dekat ngan ALLAH ok gak..masalahnya banyak golongan yg ana tujukan tu mcm tkdk prasaan nk dkt ngan ALLAH..kelaku dan tindakan mereka banyak menunjukkan seperti org yg memang nk menjauhkan diri kpd ALLAH..Afwan ana tk kritik org yg dlm prjlnn menuju ALLAH fasal mereka tu bkn habib habiban,tp ana kritik golongan yg nk tunjuk kt manusia suma yg dia lah yg paling hampir kpd ALLAH walhal apa pun tadak..

    BalasPadam